Wednesday, May 14, 2014

Mengapa Penelitian Sastra Menggunakan Teori Sosiologi dan Psychology?



Beberapa waktu yang lalu ada kawan saya curhat tentang teori sastra. Dia bilang teman dia yang kuliah di fakultas keguruan sempat protes waktu lihat skripsi kami (mahasiswa Jurusan Sastra Inggris) menggunakan pendekatan teori yang katanya 'itu teori punya anak ilmu sosial dan humaniora'. Waktu itu temannya teman saya lihat skripsi teman saya yang pakai teori Strukturalisme, di khususkan ke semiotikanya Roland Barthes. Teman saya bingung gimana menjelaskannya, terus waktu saya dengar dia curhat ke saya, saya cengar-cengir saja lah dengarnya (padahal saya mikirnya mumet juga). Tak lama kemudian, ada pula teman saya, curhat lagi, "Duh, bingung aku, sastra kok teorinya Marxism, Feminism, etc. sih, apa sastra itu nggak punya teori seindiri?" Terus saya jawab "What do you expect then? Emang kamu pinginnya sastra itu punya teori yang bagaimana?". Eh dia diam, mungkin mikir, ya sudah, saya juga ikut mikir deh ha..ha..ha.. Ya, betul, saya juga jadi ikut mikir, tapi bukan mikir kenapa penelitian sastra pendekatan teorinya pakai Marxism, Feminism, etc. tapi lebih ke bagaimana bikin penjelasan singkat yang masuk akal dan mudah di mengerti. Kerena jujur saja saya memang tidak pernah mempertanyakan kenapa penelitian sastra kok pakai teori ilmu sosial dan humaniora.

Sepertinya, penjelasan sederhananya tentang "kenapa penelitian sastra kok pakai teori ilmu sosial dan humaniora" akan jadi seperti ini:
Karena Sastra juga mempelajari tentang fenomena Sosial dan Kemanusiaan. Jadi, sangat relevan kalau dalam penelitian sastra kami juga pakai teori ilmu Sosial dan Kemanusiaan. Perbedaannya hanya di domainnya saja. Kalau Sastra domain atau areanya itu dalam lingkup karya sastra (Mengkaji fenomena sosial dan kemanusiaan yang ada di dalam karya sastra), kalau mahasiswa Ilmu Sosial dan Humaniora itu domainnya adalah kehidupan nyata (Mengkaji fenomena sosial dan kemanusiaan yang ada di dalam dunia nyata). So, kalau anak sastra ingin meneliti tentang kesetaraan gender, maka ia harus meneliti tentang kesetaraan gender yang ada di dalam sebuah cerita (bisa di novel, film, puisi, atau drama. Terlepas itu ceritanya ngibul doang atau memang menggambarkan fenomena sosial yang asli, hasil penelitiannya akan tetap dianggap valid~asalkan benar sesuai dengan kerangka teorinya). Anak sastra tidak perlu menghubungkannya dengan kejadian-kejadian yang ada di dalam kehidupan nyata (kecuali kalau dia menggunakan kritik sastra mimetis atau mimetic). Berbeda dengan anak Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, kalau mereka ingin meneliti tentang kesetaraan gender atau tentang kapitalisme, maka mereka harus mengamati fenomena yang benar-benar terjadi di dunia nyata. Kalau pun mereka meneliti fenomena dalam sebuah cerita (kemungkinannya kecil), mereka harus merefleksikan dan menyangkutkan penelitian mereka dengan fenomena di dunia nyata.

Well... sebenarnya, teori yang katanya milik anak Ilmu Sosial dan Humaniora itu juga tidak semuanya bisa di gunakan untuk penelitian sastra sih. Teori yang di pakai juga hanya teori-teori yang relevan untuk mengkaji sastra. Teori psikologi yang di rasa terlalu klinikal juga tidak bisa kami pakai. Ibaratnya, saat anak psikologi meneliti manusia itu sampai ke organ dalamnya, dalam sastra, kami hanya meneliti kulitnya alias bagian yang terlihat saja. Jadi, jangan bingung lagi ya, kenapa anak sastra pakai teori Marxism (yang concern di bidang sosial ekonomi), Feminism (yang concern di bidang studi gender), Psychoanalysis (yang concern di bidang psikologi), Queer Theory (yang concern di bidang studi homosexual dan lesbian), dll. Itu karena kami juga mempelajari Ilmu Sosial dan Humaniora. Wong titel kesarjanaan kami saja S.Hum (Sarjana Humaniora) kok ha..ha..ha..

5 comments:

  1. hey there! good luck w your thesis then. all those theories above actually also used to be our (HI) theories.

    ReplyDelete
  2. Hi... Thank you. Well, we're in the same boat. We study the social and cultural sciences, so no wonder if we use the same theories to analyze the subject.
    Thank you for visiting my blog, R.

    ReplyDelete
  3. Hiii... Im Student In English Literature Faculty too, My question is.. I do not know why, In the 5th semester I have to prepare for my thesis. But As long as I search in Google, many of thesis are about analizing Novel, Movies, Poetry,etc.. I think Im weard or I say it, Unique.. Hehee... Oh yaa... My question... Can we Arrange our thesis with History book, And if I use History of England What tittle must i use. Or what can of Problem that I can use in my thesis? Thank you

    ReplyDelete
  4. Yah... mungkin karena dosen kamu mau kamu bener2 prepare pas ujian skripsi nantinya.
    Emang apa yg mau kamu teliti di buku sejarah? Kalau kamu sudah nemu ketertarikanmu di buku2 itu, ya sudah jadikan aja itu objek penelitianmu. Make is simple aja.
    Tapi yg perlu di ingat, walaupun sejarah itu nyata, jgn lalu terbawa suasana untuk bilang cerita nyata atau yg semacamnya lah, perlakukan aja itu sbg sebuah karya sastra, karya imajinasi, biar lebih gampang.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete