Wednesday, May 21, 2014
A Normal Human Thing
Friday, May 16, 2014
Dracula Vs. Vampire (Perbedaan Dacula dan Vampir)
Dracula dan Vampir adalah makhluk yang sama-sama berasal dari manusia mati yang darahnya teraliri venom vampir. Mereka sama-sama makhluk yang disebut sebagai Undead (yang tidak mati). Jadi, aslinya, vampir dan dracula itu sama atau beda? Well, mudahnya gini, Dracula itu ya vampir, tapi vampir belum tentu Dracula. Tapi, lebih tepatnya, mereka itu agak berbeda. Bukan berbeda dalam hal bentuk, tapi beda dalam hal kemampuan. Karena Dracula itu di gambarkan sebagai Undead yang kaya raya dan sangat hebat. Sedangkan Vampir? Ah, sama. Lebih Jelasnya, mari bahas asal usulnya saja.
Dracula adalah sebuah tokoh fiksi karangan Bram Stoker dalam novelnya yang berjudul Dracula (1897). Dracula adalah nama dariseorang sesosok vampir yang di gambarkan sangat tangguh. Dalam novel tersebut, nama Dracula lebih di kenal dengan sebutan Count Dracula. Ia adalah seorang bangsawan Eropa yang bertempat tinggal di Transylvania, Rumania. Dalam novel tersebut ia di gambarkan sebagai makhluk yang bentuk tubuhnya sama seperti manusia, hanya saja kulitnya sangat pucat, giginya sangat putih, bibirnya merah, hidungnya mancung, tinggi menjulang, sehingga terlihat 'lancip' (penampilannya sangat menonjol, karena sangat berbeda dengan manusia normal). Ia juga sangat kuat, dingin, dan tubuhnya sekeras baja.
Dracula adalah sebuah tokoh fiksi karangan Bram Stoker dalam novelnya yang berjudul Dracula (1897). Dracula adalah nama dari
His hand actually seemed like a steel vice that could have crushed mine if he had chosen.
Sebenarnya, tangannya seperti tang baja yang bisa saja meremukkan tanganku jika ia mau.
(Stoker, 1897: 17)
Wednesday, May 14, 2014
Ciri Khas Drama Karya George Bernard Shaw
George Bernard Shaw? Siapa ya? Oh, dia itu mbah saya ha..ha..ha.. Mbah dari mana? Itu, sebagian tubuh saudara beliau dulu di jadikan bagian tangan saya (alamak, seperti Frankenstein aja~tubuhnya berasal dari orang yang berbeda-beda). Bukan...Bukan... Shaw bukan mbah saya. Saya malah nggak kenal. Cuma kenal lewat beberapa karyanya saja.
Shaw adalah playwright, novelis, kritikus, essais, politikus, dan orator Irlandia yang menetap di Inggris. Tapi sayangnya saya cuma kenal Shaw lewat dramanya saja. Itu pun baru tiga, yang judulnya Man and Superman, Arms and the Man, dan Pygmalion. Masih ada sekitar 50an drama lagi yang belum saya baca. Tapi kok bisa-bisanya saya nulis tentang ciri khas dramanya Shaw? Lancang sekali! Tak apa, ini adalah kesan pertama saya setelah membaca tiga drama Shaw yang sangat terkenal itu. Nanti kalau ada perubahan kesan, tentu akan saya tulis lagi. Sebenarnya saya nulis ini karena beberapa waktu yang lalu saya habis nonton drama adaptasi dari karya Shaw ini yang berjudul Man and Superman. Drama ini di pentaskan dengan judul Wong, dan di adaptasi ke dalam budaya Jawa (gaya Jogja dan Banyumasan) dan campur Sunda (karena ada tokoh bernama Asep-nya). Komentar saya "Ya, lumayan. Bagus... bagus... karena bisa menampilkan adegan realis beserta surealisnya sekaligus. Tapi, kok ada yang kurang ya." Nah itu dia, kurangnya adalah kelompok teater ini sepertinya benar-benar mencari cara bagaimana mengadaptasi adegan surealisnya, tapi malah melupakan ide utama dari drama ini yang juga merupakan ciri khas Shaw.
Shaw adalah playwright, novelis, kritikus, essais, politikus, dan orator Irlandia yang menetap di Inggris. Tapi sayangnya saya cuma kenal Shaw lewat dramanya saja. Itu pun baru tiga, yang judulnya Man and Superman, Arms and the Man, dan Pygmalion. Masih ada sekitar 50an drama lagi yang belum saya baca. Tapi kok bisa-bisanya saya nulis tentang ciri khas dramanya Shaw? Lancang sekali! Tak apa, ini adalah kesan pertama saya setelah membaca tiga drama Shaw yang sangat terkenal itu. Nanti kalau ada perubahan kesan, tentu akan saya tulis lagi. Sebenarnya saya nulis ini karena beberapa waktu yang lalu saya habis nonton drama adaptasi dari karya Shaw ini yang berjudul Man and Superman. Drama ini di pentaskan dengan judul Wong, dan di adaptasi ke dalam budaya Jawa (gaya Jogja dan Banyumasan) dan campur Sunda (karena ada tokoh bernama Asep-nya). Komentar saya "Ya, lumayan. Bagus... bagus... karena bisa menampilkan adegan realis beserta surealisnya sekaligus. Tapi, kok ada yang kurang ya." Nah itu dia, kurangnya adalah kelompok teater ini sepertinya benar-benar mencari cara bagaimana mengadaptasi adegan surealisnya, tapi malah melupakan ide utama dari drama ini yang juga merupakan ciri khas Shaw.
Mengapa Penelitian Sastra Menggunakan Teori Sosiologi dan Psychology?
Tuesday, May 13, 2014
Subjek Penelitian Sastra Inggris
Adakah yang pernah bertanya-tanya tentang "Apa saja sih yang bisa di jadikan penelitian untuk skripsi jurusan Sastra Inggris?" atau "Kalau novel bahasa Indonesia bisa tidak sih di jadikan subjek penelitian untuk Sastra Inggris?" atau "Apakah subjek penelitian sastra Inggris itu cuma novel, puisi, dan drama doang?" Well, tidak jarang mahasiswa-mahasiswa semester 4 atau 5 bahkan 6 atau 7 biasanya suka bertanya-tanya tenang itu. Malah, mungkin juga yang baru mau masuk kuliah Sastra Inggris sudah bertanya-tanya tentang itu (tapi kayaknya juarang banget deh ha..ha..ha..). Yah, tidak ada salahnya sih bertanya-tanya macam itu, karena saat baru memulai penelitian biasanya akan timbul keragu-raguan tentang "Apakah subjek ini bisa di jadikan penelitian atau tidak?" bahkan yang baru mau mulai kadang juga bingung "Neliti apa ya enaknya?" Sebenarnya kalau sudah belajar teori sastra, linguistik, dan terjemahan sih tidak perlu bingung-bingung lagi ya. Tapi, yah, lets talk about that here.
Well, lets begin with the question "Apa saja sih yang termasuk dalam kajian sastra Inggris?"
Sebenarnya kita harus membedakan dulu antara Sastra Inggris (English Literature) dan jurusan Sastra Inggris (English Department). Kalau Sastra Inggris itu ya sastranya (Literature - bisa dibilang seni dalam menulis kali yak), sedangkan jurusan Sastra Inggris itu adalah Program Studi yang di dalamnya mempelajari antara lain Sastra Inggris (English Literature), Linguistika (Linguistics), dan Terjemahan (Translation). Nah, jadi untuk menyebut subjek penelitian sastra Inggris disini lebih baik kita pakai istilah subjek penelitian dalam English Department aja ya, biar yang Linguistik dan Terjemahan juga ikut terbahas. Mahasiswa English Department biasanya akan belajar tentang tiga hal utama yaitu: Sastra, Linguistika, dan Terjemahan. Semua mahasiswa akan dapat itu, tapi di akhir perkuliahan, sebagai tugas akhir biasanya mereka hanya akan diwajibkan memilih satu fokus studi mereka untuk di jadikan Skripsi. Yang suka berargumen pilihlah Sastra, dan yang suka sesuatu yang berumus dan teroganisir, pilihlah Linguistik atau Terjemahan. Untuk subjeknya kalian bisa pilih apa saja yang penting subjek itu menggunakan bahasa Inggris. Penjelasannya ada dibawah ini:
Well, lets begin with the question "Apa saja sih yang termasuk dalam kajian sastra Inggris?"
Sebenarnya kita harus membedakan dulu antara Sastra Inggris (English Literature) dan jurusan Sastra Inggris (English Department). Kalau Sastra Inggris itu ya sastranya (Literature - bisa dibilang seni dalam menulis kali yak), sedangkan jurusan Sastra Inggris itu adalah Program Studi yang di dalamnya mempelajari antara lain Sastra Inggris (English Literature), Linguistika (Linguistics), dan Terjemahan (Translation). Nah, jadi untuk menyebut subjek penelitian sastra Inggris disini lebih baik kita pakai istilah subjek penelitian dalam English Department aja ya, biar yang Linguistik dan Terjemahan juga ikut terbahas. Mahasiswa English Department biasanya akan belajar tentang tiga hal utama yaitu: Sastra, Linguistika, dan Terjemahan. Semua mahasiswa akan dapat itu, tapi di akhir perkuliahan, sebagai tugas akhir biasanya mereka hanya akan diwajibkan memilih satu fokus studi mereka untuk di jadikan Skripsi. Yang suka berargumen pilihlah Sastra, dan yang suka sesuatu yang berumus dan teroganisir, pilihlah Linguistik atau Terjemahan. Untuk subjeknya kalian bisa pilih apa saja yang penting subjek itu menggunakan bahasa Inggris. Penjelasannya ada dibawah ini:
Komedi, Charlie Chaplin, dan Simbolisasi dalam Kostum dan Filmnya
Komedi, tentu bukan hal asing bagi telinga maupun penglihatan kita. Karena hampir
semua stasiun televisi, tidak hanya di indonesia tapi juga di seluruh dunia
mempunyai program khusus untuk acara-acara komedi. Tapi sebelumnya, apa sih sebenarnya Komedi, itu? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, "komedi adalah sandiwara ringan yang penuh dengan
kelucuan meskipun kadang-kadang kelucuan itu bersifat menyindir dan berakhir
dengan bahagia". Walaupun komedi hanya berupa sandiwara ringan, tapi komedi bisa
menjadi penting, digemari dan melegenda karena unsur-unsur menghiburnya
merupakan hal yang dibutuhkan masyarakat saat mereka sedang merasa suntuk dan
ingin melepas penat. Karena komedi merupakan gaya hidup yang dijalani oleh
seseorang, maka komedi juga tergolong sebagai budaya.
Essay ini
akan membahas tentang simbolisasi dari kostum seorang komedian yang sangat tekenal pada tahun 1930an lewat silent
movie atau film bisunya.
Monday, May 12, 2014
Surat dari Hati
Dear man, the dearest man of mine
Apa
kabar, Lelakiku? Baik kan? Masih pegal-pegel kecapekan setelah bolak balik Sekolah
setiap hari dari pagi sampai ashar dan petangnya harus menyiapkan materi untuk
esok harinya? Masih stres dengan deadline dari bos kamu? Tentu iya, tapi mungkin juga sudah berkurang ya sekarang karena
tugas berat itu sepertinya hampir selesai atau malah sudah selesai. Saya senang kalau kamu
baik-baik saja dan saya harap selalu begitu. Tiap hari saya do’akan selalu supaya
kamu sehat terus dan diberi semangat yang ajeg. Saya do’akan pula
secapek-capeknya kamu, kamu masih diberi semangat untuk nulis jurnal,
menikmati lagu-lagunya favoritmu yang bikin kamu semangat, yang bikin cahaya di
matamu hidup dan nggak pernah meredup; dan diberi kekuatan untuk mengangkat otot
bibirmu untuk membentuk senyuman, senyuman yang memicu timbulnya senyum lain di
luar sana, senyum yang bisa selalu kamu salurkan energinya untuk dirimu sendiri
dan orang lain. Senyum yang saya kangenin.
Apa
kabar dengan hatimu? Apakah ia baik-baik saja? Ya, aku rasa; Iya.
Saya
ingin cerita nih...
Hari
ini saya duduk sendiri di pinggir rel kereta, ditemani semangkok es campur dan
novelnya Remy Sylado. Tidak
seperti biasanya saat saya pegang buku atau bahan bacaan lainnya, hari
ini saya sangat terganggu sekali dengan suara-suara klakson sepeda motor,
padahal biasanya suara kereta yang melengking, gemuruh pesawat yang
menggetarkan, klakson mobil yang saut sautan tak pernah mengganggu saya sama
sekali; ibaratnya, saat ada suara bom meledak di telinga saya, saya nggak akan
terganggu kalau saya sedang pegang buku. Tetapi, tidak hari ini, saya terganggu
sekali dengan lalu lalang sepeda motor, leher saya sampai capek menoleh
kekanan, kekiri. Kenapa hari ini berbeda? Saya juga tak tahu kenapa. Tapi,
setelah saya coba cari-cari penyebabnya dalam diri saya, rupanya, sepertinya
itu dipicu oleh hati saya yang sedang amat merindukanmu. Saya tengok kanan,
kiri, berharap menemukan sosokmu diantara ribuan manusia yang hilir mudik
memenuhi jalanan. Sayangnya, usaha saya tak membuahkan hasil, jangankan melihat
sosokmu, siluetmu saja tak terlihat sama sekali. Terpaksa saya pulang, selain
karena saya pusing melihat arus manusia yang tak henti-hentinya, pemilik warung
tempat saya makan juga sepertinya sudah harap-harap cemas melihat saya yang
tidak beranjak pergi sejak tadi.
Masih,
masih saya berharap bisa menemukan sosokmu diantara ribuan manusia ini, tapi
tetap saja, tak saya temukan. Satu langkah yang biasanya saya selesaikan dalam waktu
0,5 detik, kini saya lakukan dalam waktu 60 detik, sekali lagi dengan harapan
dapat menemukan sosokmu dalam lautan manusia ini. Langkah demi langkah saya lalui sampai akhirnya saya sentuhkan tangan ini pada gagang pintu kamar, saya
sadari bahwa tidak hari ini, bukan, bukan hari ini saya ditakdirkan dapat
berjumpa denganmu. Saya sadari pula bahwa menemukanmu saat ini sungguh lebih sulit
dari pada menemukan jarum dalam tumpukan jerami.
Sanggar Sarasilah I
It've been so long time I never touch this blog. I suppose to write everyday, or at least twice a week. Yet, the fact, I never do it. Shame on me. Well, it's okay since I'm busy (say: who? me? seriously?). Lately, me and Sanggar Sarasilah and mainly English Department of UIN Sunan Kalijaga held an event. It's "Festival Drama Sastra Inggris". Hopefully that will be the anual event for English Department since now on. Well, of course, Sanggar Sarasilah will help them to organize everything well (surely, it will be our project again next year). It feels very great. Oh... should I write it in English? I think there will be oneone will read if it so. Then lets just speak Bahasa Indonesia.
Sanggar Sarasilah adalah sebuah kelompok belajar (woh, mengerikan), no, benar, Sanggar Sarasilah itu memang kelompok belajar. Khususnya belajar seni pementasan. Sanggar Sarasilah lahir di Yogyakarta, 3 November 2012. Sebenarnya tepatnya bukan tanggal itu, tapi itulah tanggal pertama kami memantaskan sebuah drama komedi yang di adaptasi dari drama karya Oscar Wilde dengan judul The Importance of Being Earnest. Drama ini kami adaptasi dengan setting kebudayaan Jawa, Khusunya Jogja dan Solo dengan judul Permananing Wigati di Teatrikal Pusat Bahasa UIN Sunan Kalijaga. Hasil dari perjuangan selama delapan minggu terbayar sudah dengan sangat manis ketika kami di umumkan menjadi kelompok terbaik dan langsung mendapatkan 9 penghargaan dari total 15 kategori. Sebenarnya, Sanggar Sarasilah awalnya bukan ditujukan untuk menjadi sebuah sanggar yang benar-benar akan memproduksi pementasan lain, karena ini hanyalah sekumpulan mahasiswa yang tergabung dalam satu kelas di Mata Kuliah Drama 2 yang memang saat itu mendapat tugas untuk mementaskan sebuah drama. Tapi, entah kenapa setelah itu perasaan ingin 'ditonton', 'berekspresi', dan 'menggila di atas panggung' menjadi sesuatu yang 'nagih-banget-rasanya'. Jadilah, yang seharusnya kami melanjutkan kuliah untuk mempelajari genre drama Absurd, kami tidak ingin jika harus hanya-diam-saja-membaca. Kami ingin sesuatu yang lebih nyata. Wah, rasanya baru kali itu ada mahasiswa menantang dosen. Yap, kami menantang dosen pengampu makul Drama 2 untuk mementaskan drama absurd karya Samuel Beckett dengan judul Waiting for Godot. Jadilah, kami mementaskan drama absurd ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)